BOY RAJA P. MARPAUNG, SH & REKAN

  • Alamat dan Kontak Kantor Hukum BOY RAJA P. MARPAUNG, SH dan REKAN

    -
  • KARTU NAMA BAPAK BOY RAJA MARPAUNG, SH

  • This is default featured slide 4 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

  • This is default featured slide 5 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Minggu, 24 November 2013

Yang Lain Terlupakan

Nyata sudah kasur itu berjamur
Hei kawan tak kah kau perhatikan
Terlalu lama waktu kita di luar sana
Hanya menindih nya setiap malam

Sepinya mengundang makhluk lain
Mencari kesetiaan pada sang jamur
Tidak kah kita harus meminta maaf
Menggunakannya ketika kita ingin terlelap saja

Benar kita hanya mencari kikisan logam rupiah
Menghabiskan waktu berharap kikisan lebih banyak
Melupakannya atau terlupakan
Bukan kita tak menyamakannya seperti kita

Dia bukan bosan dengan kita
Kikisan logam hanya nafsu yang melupakan
Bagaimana dengan baju-baju kita
Semua terlupakan, tapi kita harus hidup

Medan, 24/11/13
Boy Raja Pangihutan Marpaung.





Share:

Kamis, 21 November 2013

Kampung Kecil di Sekitar PT. TPL

Persawahan di desa, Tangga Batu 1,2, Pangombusan

Marbabo di pagi hari

Mamuro sampai sore

Hamparan sawah dan permukiman masyarakat

Sungai asahan Siruar


Beberapa foto ini merupakan gambaran perkampungan yang sangat dekat dengan Pabrik TPL, danterlihat bahwa masyarakat yang mendekam di Kec. Parmaksiaan desa Tangga Batu I, Tangga Batu II, Pangombusan dan Desa Siantar Utara (Siruar) memanfaatkan lahan persawahan sebagai sumber kehidupan pokok. Namun sangat miris ketika kita melihat kedepan nasib pertanian masyarakat ini, yang pasti akan hancur diakibatkan kerusakan lingkungan, dari iklim, air dan watak sosial yang akan rusak diakibatkan kehadiran TPL.
Masihka terjaga desa-desa ini untuk masa depan keturunan masyarakat ini, atau kelak hanya menjadi tanah cerita nenek moyang mereka kepada cucu-cucunya. Sangat miris, beberapa lahan telah digantikan menjadi tanaman Eucalyptus dengan memanfaatkan program PIR dan Plasma. Tidak lama lagi padi akan sangat sulit ditemukan dan untuk memakan sayur daun singkong pun kita harus beli di pasar traditional. 
pemukiman masyarakat 



bertni di tanah sendiri

sopo di tebing bukit

sungai asahan dan bukit bebatuan

pemukiman di siruar dan jembatan sungai

pemukiman di sekitar danau toba
Share:

Flora dan Fauna

capung sawah
 Silahkan click gambar jika ingin melihat.....!
Cintai alam mu, Lestarikan Folra dan Fauna mu...!



lumut di papan



MUDA
embun

Lalat dan Serangga

GUGUR

USANG

belelang Sawah
Kupu-kupu penghisap madu
Share:

Panorama yang dilihat dari Tempat DikPol BARSDem

belakang
depan
ancang-ancang memancig

kegiatan satu rumah

sumber air
hamparan sawah
Share:

Kota Balige di Lihat Dari Sekolah Bintang Timur Balige

Gedung lama di pemerintahan lama di Balige

Perkotaan tak melupakan budaya bertani
Klik saja fotonya kalau mau melihat ya.


Lanscape, desa, kota dan danau toba

Marbabo

Bertukang di Atas Atap

Melihat Kota dari Sawah

Alam yang indah itu dapat kita nikmati apabila kita jaga, maka jagalah alam kita untuk masa depan kita.

Share:

Selasa, 19 November 2013

TPL ( Tukang Perusak Lingkungan)








Wajah baru pengganti PT.Inti Indorayon Utama (PT.IIU) merupakan PT. TPL (Toba Pulp Lestari) yang kini masih beroprasi aktif menghasilkan pulp. Saya menyebut TPL = Tukang Perusak Lingkungan. Menjadi refleksi kita ketika PT.IIU yang dulu berhasil di tutup oleh gerakan masyarakat adat batak yang sangat di rugikan oleh perusahaan tersebut, dari tahun 1998 sampai dengan 2003 perusahaan ini tidak beroprasi. Namun pada akhirnya perusahaan ini buka kembali dengan nama baru.
Tidak ada ubahnya, cara kerja dari perusahaan ini malah semakin menjadi. Dampak yang merugikan masyarakat sangatlah terasa, dari kerusakan lingkungan, perampasan tanah, sumber penyakit dan pembabatan hutan adat. Hampir diseluruh sektor penanaman hutan ecalyptus (bahan baku) perusahaan terjadi konflik tanah antara perusahaan dengan masyarakat adat. 
Belum lagi dana toba yang benar-benar sangat tercemar karena pembuangan limbah dari pabrik ini langsung ke sungai asahan dan tak ubahnya udara yang selalu membau dan membawa wabah gatal-gatal pada kulit.
Rusak sudah tanah batak akibat dari perusahaan ini, pembabatan hutan adat telah berlangsung di beberapa wilayah di Sumatera Utara di daerah sektor penanaman ecalytus tersebut, seperti di Dolok Nauli, Tele, Pak-pak Barat, Lintong Nihuta, Pandumaan Sipitu huta, Tapanuli Selatan, dan Sipahutar. Tidak main pula, ratusan ribu Ha hutan adat maupun hutan lindung yang di klaim menjadi Hutan produksi menjadi sasaran empuk. Sekarang akan tambah lagi lahan konsesi yang akan di gunakan Tukang Perusak Lingkungan ini, dan yang pasti TANAH BATAK TERANCAM, dan jikan tanah batak terancam, maka budaya dan kehidupan masyarakat adat dan Sumatera Utara juga terancam. Tutup! Tukang Perusak Lingkungan.
Share:

Selasa, 12 November 2013

Perlahan Indonesia Diakuisisi Negara Asing


Tulisan ini pernah dimuat di Harian Analisa pada, Juni 2011


Oleh : Boy Raja Pangihutan Marpaung

Masyarakat yang larut atau Pemerintah yang pura-pura buta akan kesenjangan yang semakin meroket di tatanan masyarakat Indonesia ini. Kesenjangan seperti kemiskinan, penggusuran dan pengangguran yang semakin melebarpun menghantui kehidupan masyarakat Indonesia.

Akibatnya banyak rakyat Indonesia yang menjadi buruh di suatu perusahaan dengan upah yang sangat rendah (di bawah UMR) . Lucunya lagi perusahaan yang menampung rakyat Indonesia adalah perusahaan asing. Padahal dalam ingatan saya sewaktu duduk di Sekolah Dasar (SD) sangat jelas para guru mengatakan bahwa Indonesia adalah negara agraris, artiannya Indonesia kaya akan Sumber Daya Alam (SDA). Dimana dengan memaksimalkan pemanfaatan lahan pertanian saja Indonesia akan terjaga kestabilan perekonomiannya.

Sekarang sektor pertanianpun telah berubah menjadi perkebunan yang luas. Akhirnya untuk mengkomsumsi beras saja kita harus impor dari negara asing.

Pernahkah kita bertanya kepada diri kita sendiri kenapa kesenjangan ini terjadi pada masyarakat Indonesia? , sehingga menimbulkan kesengsaraan kita sendiri. Sekarang sudah waktunya kita sensitif dengan kesenjangan-kesenjangan yang ada dan membangun kesadaran bahwa dominasi asing telah menggrogoti negeri ini, sementara ketegasan pemerintah untuk itu sangatlah kurang.

Peranan Asing

Peranan asing yang mendominasi pada sektor-sektor strategis, seperti keuangan, energi dan sumber daya mineral, telekomunikasi, serta perkebunan. Dengan dominasi asing seperti itu, perekonomian sering kali terkesan tersandera oleh kepentingan mereka, yang akhirnya rakyat yang mengalami kesengsaraan.

Per Maret 2011 pihak asing telah menguasai 50,6 persen aset perbankan nasional. Dengan demikian, sekitar Rp 1.551 triliun dari total aset perbankan Rp 3.065 triliun dikuasai asing. Secara perlahan porsi kepemilikan asing terus bertambah.

Per Juni 2008 kepemilikan asing baru mencapai 47,02 persen.Hanya 15 bank yang menguasai pangsa 85 persen. Dari 15 bank itu, sebagian sudah dimiliki asing. Dari total 121 bank umum, kepemilikan asing ada pada 47 bank dengan porsi bervariasi.

Tidak hanya perbankan, asuransi juga didominasi asing. Dari 45 perusahaan asuransi jiwa yang beroperasi di Indonesia, tak sampai setengahnya yang murni milik Indonesia. Kalau dikelompokkan, dari asuransi jiwa yang ekuitasnya di atas Rp 750 miliar hampir semuanya usaha patungan. Dari sisi perolehan premi, lima besarnya adalah perusahaan asing.

Hal itu tak terlepas dari aturan pemerintah yang sangat liberal, memungkinkan pihak asing memiliki sampai 99 persen saham perbankan dan 80 persen saham perusahaan asuransi.

Pasar modal juga demikian. Total kepemilikan investor asing 60-70 persen dari semua saham perusahaan yang dicatatkan dan diperdagangkan di bursa efek.Pada badan usaha milik negara (BUMN) pun demikian. Dari semua BUMN yang telah diprivatisasi, kepemilikan asing sudah mencapai 60 persen.

Lebih tragis lagi di sektor minyak dan gas. Porsi operator migas nasional hanya sekitar 25 persen, selebihnya 75 persen dikuasai pihak asing. Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Migas Kementerian ESDM menetapkan target porsi operator oleh perusahaan nasional mencapai 50 persen pada 2025 (Kompas,23/03/11).

Nasib Rakyat

Semua ini mempraktekkan adanya akuisisi yang terjadi di negri ini. Kepentingan pribadi menyebabkan kesengsaraan umum. Menandakan sebentar lagi kita bahkan tidak memiliki tanah untuk kaki kita berpijak. Hal seperti ini telah terjadi di beberapa daerah di Indonesia, yang nota benenya adalah daerah-daerah yang kaya akan Sumber Daya Alam (SDA).

Sementara pemerintah seakan melegitimasi terjadinya semua ini dengan menetapkan Undang-Undang No.25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal Aasing (UU PMA).

Ahli Geografi Ekonomi Kependudukan Abdur Rofi mengatakan, berdasarkan data Badan Pusat Statistik, daerah-daerah yang kaya dengan sumber daya alam justru merupakan daerah termiskin di Indonesia. Daerah-daerah tersebut di antaranya Papua, Papua Barat, Aceh, dan Riau. Provinsi Riau, misalnya, menyumbang lebih dari 50 persen total produksi dan devisa minyak bumi.

Namun, Dewan Ketahanan Pangan Riau mendata 663 desa di Riau berstatus rawan pangan. Tingkat kemiskinan Riau pun tergolong tinggi, mencapai 22,19 persen dari total penduduk Riau. Di Papua Barat, angka kemiskinan mencapai 36,8 persen, di Papua 34,88 persen , dan di Aceh mencapai 20,98 persen (Kompas,07/03/11).

Kemiskinan yang semakin merambat keseluruh tatanan masyarakat Indonesia sudah saatnya untuk kita hentikan. Pemerintah harus mengambil ketegasan untuk mengarahkan roda perekonomian nasional kita, sebelum semua sektor di negri ini dikuasai oleh negara asing. Contohnya, pemerintah mengembangkan perekonomian mandiri nasional untuk menjaga kestabilan perekonomian nasional . Agar kita tidak lagi berketergantungan terhadap negara asing yang menimbulakan kesengsaraan rakyat.

Pemerintah juga harus dapat memanfaatkan dan dapat menguasai potensi-potensi SDA dan SDM secara nasional, serta dapat mengarahkannya kepada kepentingan rakyat. Tidak lupa juga untuk melakukan yudisial review terhadap UU No.25 Tahun 2007 yang bertentangan dengan Pasal 33 UUD’45 sebagai konstitusi Negara Indonesia. Sehinggah rakyatpun tidak akan jadi buruh lagi di negerinya sendiri dan kemiskinan pasti akan dapat diatasi.***

Peulis aktif dalama gerakan sosial di Kelompok Studi BARSDem
Share:

Writing Is Power



*Boy Raja Pangihutan Marpaung
Banyak yang bilang, nuklir adalah senjata paling mematikan di dunia. Kekuatan dan dampaknya dapat menghancurkan dunia beserta isinya. Namun, hal ini tak berlaku bagi para EZLN (kelompok pembebasan di Meksiko). Senjata paling mematikan bagi mereka adalah kata-kata. Dengan kata, dunia yang ada saat ini tercipta. Segala sesuatu ada karena kata. Dengan kata, pengetahuan seseorang dapat terisi.
Seperti yang diutarakan filsuf Perancis, Michael Foucault, power is knowledge. Hal ini juga ditegaskan Subcomandante Marcos (Pemimpin EZLN), senjata utama mereka adalah kata yang bisa mengubah dunia berserta isinya. “Kata adalah senjata,” tegasnya.

Buku berjudul Our Word Is Our Weapon  yang dituliskan Marcos sangat menginspirasi para pengikutnya. Mereka menganggap salah satunya alat yang sangat membahayakan karena tajam nya kata itu.. Kata- kata yang dikeluaarkan dari mulut itu semua memiliki makna dan setiap kalimat yang dilontarkan memiliki maksud.
Ketajaman kata yang dimaksudkan dalam hal ini tentu memiliki arti yang mendalam. Memiliki sebuah makna yang sangat luar biasa dan memiliki maksud untuk mendapatkan sasaran dari kata yang dilontarkan. Begitu juga dengan kalimat, tidak lagi sebuah gabungan kata yang di rangkai menjadi indah bunyinya, melainkan beberapa kata-kata yang memiliki makna dan di gabunngkan menjadi  memiliki maksud tertentu untuk tujuan tertentu berdasarkan kebenaran.

Kekuatan Dalam Tulisan
Hal ini tentu mengingat kan kita yang sering menggunakan kata dan kalimat untuk menggambarkan suatu atau menyampaikan bahkan mengkritik sesuatu. Bagaimana sebuah kata dan kalimat yang kita keluarkan  merupakan kekuatan yang kita miliki dalam hal yang menujukan suatu penyampaian yang kita perjuangkan. Itulah yang dimaksudkan dengan writing is power.
Kata dan kalimat yang kita gunakan untuk menuliskan sesuatu, harus memliki sebuah makana dan tujuan yang memang didasari dari hal sebuah realitas. Sebab realitas dalam sebuah tulisan itu merupakan sebuah kekuatan. Kekuatan untuk mengkritik, menyampaikan, dan penggambaran. Hal ini akan mendorong bagaimana maksud dari tulisan itu mengarah kemana.
Menulis tanpa mendapatkan realitas sesungguhnya tentu akan mengurangi dan bahkan membuat tuisan itu menjadi tumpul dan tidak memiliki kekuatan. Spontanitas merupakan penyebab dari hal tersebut. Tanpa melakukan proses praksis (Refrensi-Diskusi-Refleksi-Aksi-Evaluasi) sudah langsung dapat menyimpulkan sesuatu.
Mencegah hal tersebut, maka perlunya para penggiat tulisan mendekatkan diri kepada realitas, karena tanpa dibarengi dengan realitas tulisan itu sama sekali tidak menggigit. Kita tentu memiliki sasaran tulisan yang menunjukkan kepada siapa kita akan tujukan tulisan tersebut. Misalnya kita mengarahkan tulisan yang berbentuk kampanye kepada masyarakat awam, tentu kita harus tahu, bagaimana gaya bahasa yang harus kita lontarkan dalam tulisan agar masyarakat awam itu mengerti terhadap seruan dalam tulisan kita.
            Hal ini juga menggambarkan kita sebagai penulis, seberapa pahamnya kita tentang apa yang telah kita tulis. Banyaknya kebutuhan ilmu pengetahuan merupakan dasar dari menulis, sehingga harus banyak pula yang kita ketahui tentang apa yang kita tulis melalui realitas sosial yang kita hadapi dan tidak lupa dengan membaca.

Belajar dari Pendahulu
            Sangat banyak para pejuang terdahulu yang menggunakan tulisan sebagai kekuatan untuk merealisasikan dan mengkampanyekan sesuatu yang diperjuangkan mereka.  Mereka merealisasikannya melalui tulisan-tulisan, baik berbentuk pucukan surat, puisi, novel dan bahkan menuliskan buku, seperti Marcos.
                Pramoedy Ananta Taoer, seorang sastrawan yang telah menulis lebih dari 50 buku, dalam buku-bukunya. Dia melontarkan kritik –kritik politik dalam tulisannya, di juga memperjuangkan humanisme dalam budaya-budaya feodal yang masih di terapkan di Jawa, serta kampanye kekejaman penjajahan Jepang di Indonesia.Setiap tulisannya memiliki sejarah realitas yang dihadapinya sendiri. Pram mengatakan “Menulislah maka engkau akan tahu sejarah mu”.
            Soekarno, proklamator Indonesia yang menulis di media-media cetak untuk melawan penjajahan Belanda, tulisan-tulisannya sekarang menjadi buku “Dibawah Bendera Revolusi”. Ia mengatakan jangan sekali-sekali melupakan sejarah, sebab barang siapa yang melupakan sejarah bangsanya, maka akan lupa pula untuk memajukan negaranya.
Voltaire, merupakan seorang pengarang, sejarawan, pengacara dan filsuf ternama Perancis, ia terkenal karena telah menulis lebih dari 20 ribu surat dan 2 ribu buku dan pamfle. Dia pejuang Humanisme pra meledaknya revolusi Prancis melalui gagasan-gagasan dalam tulisannya. Dia berkata “Ok, ok, teman saya yang baik, sekarang bukan waktunya untuk membuat musuh”.
Ernesto Guavara, seorang Revolusioner dari Argentina yang melakukan pembebasan rakyat Cuba. Dia selalu menuliskan di buku hariannya yang saat ini sangat terkenal dan menulis surat-surat pada kaum muda. Dia berkata kepada tema grilyanya “Tidakkah kau membaca, paling tidak menulis diary mu, kalau kau tidak melakukannya,  lebih baik kau berada di rumah mu”
                Vladimir Ilyich Ulyanov, Pemimpin Kelompok Bolisevik, dan juga pengagas Unisoviet dan Perdana Mentri I Unisoviet. Dia menulis beberapa novel, jurnal, puisi, surat-surat dan buku-buku untuk melawan kapitalisme barat.
            Inilah para pendahulu ternyata berjuang berdasarkan inlijensia mereka, dari praktek hingga gagasan-gagasan yang mereka keluarkan berdasarkan realitas yang mereka rasakan dengan nyata di tuangkan juga kedalam bentuk tulisan, dan memiliki sasaran serta target tertentu. Mereka membuktikan juga bahwasanya tuslisan-tulisan yang mereka ciptakan memiliki nilai-nilai yang menjadi kekuatan dalam perjuangan mereka.
            Jadi sudah waktunya kita menulis dengan hal yang berangkat dari realitas agar menciptakan realitas baru, dan tulisan kita itu memiliki kekuatan, dan bukan lagi retorika belaka yang artian antara praktek dan gagasan yang kita keluarkan seimbang. Antara ide dan perjuangan memiliki sasaran dan target yang jelas serta memiliki maksud yang jelas dalam tulisan akan menjadi kekuatan untuk menciptakan apa kita inginkan dari tulisan itu.
Selamat menulis...!
Penulis aktif dalam gerakan sosial di Kelompok Study BARSDem
Share:

Kaum Muda dalam Konteks Radikalisme Kekinian


    Dipresentasekan dalam Dalog Publik "Radikalisme Dalam Persepsi Mahasiswa" pada pada Jumat (31/05) di Ruang VIP Coffee Cangkir, Medan, yang di selenggarakan oleh Utama News, Menara News dan LSM Martabat



                  Indonesia dalam sejarahnya, dari jaman penjajahan Belanda, Proklamasi ’45,  Pembentukan NKRI, Reformasi ’98, dan sampai menghasilkan wajah Indonesia yang sekarang ini tidak lepas dari peran kaum muda. Peran kaum muda menjadi peran penting untuk membawa sejarah Indonesia berikutnya.
                  Namun sejarah yang mengembor-gemborkan bahwasanya kaum muda menjadi salah satu agen perubahan di Negara ini menjadi boomerang yang tak terelakkan. Kaum muda menjadi-jadi dan merasa kaum muda adalah ujung tombak negara, yang akhirnya melahirkan sebuah sifat-sifat yang liberal. Sifat yang liberal ini sering dikatakan Radikalisme Kaum muda, namun menurut saya ini adalah neoradikalisme atau radikalisme kekinian.
Karena Menurut bahasa radikalisme berasal dari bahasa latin radix, radicis yang berarti akar  dan radicula, radiculae yang artinya akar kecil. Berbagai makna radikalisme itu mengacu pada kata akar atau mengakar. Dalam kamus besar bahasa indonesia radikal diartikan sebagai secara menyeluruh, habis habisan, amat keras menuntut perubahandan maju berpikir atau bertindak.

Menurut Horace M. Kallen radikalisme di tandai oleh tiga kecenderungan umum
  •  .  Radikalisme merupakan respon terhadap kondisi yang sedang berlangsung. Respon tersebut muncul dalam bentuk evaluasi, penolakan, atau bahkan perlawanan
  •     Radikalisme tidak henti pada upaya penolakan, melainkan terus berupaya mengganti tatanan lain. Ciri ciri ini menunjukan bahwa di dalam radikalisme terkandung suatu program atau pandangan dunia (world view) tersendiri. Kaum radikalisme berupaya kuat untuk menjadikan tatanan tersebut sebagai pengganti dari tatanan yang sudah ada.
  •      Kaum radikalisme memiliki keyakinan yang kuat akan kebenaran program atau ideologi yang mereka bawa. Dlam gerakan sosial kaum radikalis memperjuangkan keyakinan yang mereka anggap benar dengan sikap emosional yang menjurus pada kekerasan.

    Secara teoritis
Radikalisme mucul dalam bentuk aksi penolakan, perlawanan, dan keinginan dari komunitas tertentu agar dunia ini di ubah dan ditata sesuai dengan doktrin agamanya
Pluralisme tetap menjadi komitmen kita untuk membangun bangsa yang modern yang di dalamnya terdapat banyak agama dan etnis secara damai. Pluralisme itu sendiri adalah simbol bagi suksesnya kehidupan masyarakat majemuk.


Sedangkan sekarang, Radikalisme berubah pengertian sesuai yang kampanyekan melalui media-media massa yang hampir menyamakan Radikalisme dengan anarkisme, Panatikisme keagamaan dan terorisme. Sementara Radikalisme yang sebenarnya memiliki alasan yang jelas untuk melakukan suatu tindakan perubahan yang lebih baik dan bukan bersifat Liberal.
            Hal ini seakan menjadi doktrin pemerintah melalui media untuk menyudutkan kaum-kaum radikal yang sebenarnya yang menginginkan Indonesia lebih baik. Dapat kita lihat dari realitas yang terjadi, para penuntut kebijakan pemerintah yang secara keras sering dinyatakan teroris dan kaum radikal. Sehingga kita tidak lagi fokus pada tuntutan yang di suarakan melainkan kepada kata teroris dan radikal nya.
            Ini menjadi embrio para kaum muda melakukan tindakan-tindakan kekerasa, seperti kita lihat terbentuknya organisasi kepemudaan yang bersipat premanisme, genk motor, kelompok bersenjata dan arogansi kaum muda keagamaan. Otot menjadi senjata ketika tuntutan di acuhkan. Frustasi dengan keadaan yang tidak sesuai deanga realitas kritis mempercepat lahirnya doktrin-doktrin yang sangat liberal yang Individual yang hanya ingin menyelamatkan dirinya dan kelompoknya . Hal ini jelas di pengaruh pendidikan-pendidikan yang dibudayakan orang tua, sekolah, agama, dan peran yang terpenting yaitu negara.

Peran Pendidikan
Menjadi realita yang ironis ketika kita melihat semangat pendidikan kita menjadi semangat “adu  otot”. Pendidikan yang seharusnya menyadarkan, kini seakan tidak berfungsi penyadaran. Akibatnya mentalitas pelajar berbelok ke arah eksistensi yang emosional. Tidak kritis, menjadi dampak utama yang di alami pelajar kita. Sehinggah untuk memecahkan masalahpun harus menggunakan emosional.
            Kejadian yang berkembang, seperti tauran antar mahasiswa di kampus Nommensen dan USU, anak SMU antar sekolah, antar pemuda agama dan maraknya genk motor yang juga didalangi pelajar, seharusnya menjadi acuan kita untuk melakukan evaluasi terhadap sistem pendidikan yang memang tidak lagi menyadarkan.
            Nasib generasi muda yang berada pada sistem pendidikan yang tidak membebaskan (menyadarkan) tentu akan mempengaruhi perkembangan bangsa ini. Artiannya, generasi muda yang memiliki mentalitas yang Bar-bar dan tidak kritis, akan menjadi penerus bangsa ini, maka kita dapat membayangkan bagai mana nasib bangsa ini kedepan.
                        Penyadaran Kritis
            Penyadaran merupakan hal utama yang seharusnya menjadi tanggung jawab pendidikan bagi pelajar. Agar setiap pelajar dapat terbebaskan dari kebodohan dan dapat memecahkan permasalahan, serta menciptakan pelajar-pelajar yang memiliki moral dan kesadaran yang kritis.
            Dalam hal penyadaran, pakar pendidikan dari Brazil Paulo Freire, menyatakan bahwa, setiap manusia memiliki tingkat kesadaran. Namun, tingkat kesadaran manusia sering bersifat statis dan tidak berdialektika ke tingkatan penyadaran yang lebih tinggi. Freire menyimpulkan bahwa hal ini disebabkan karena tidak adanya sistem pendidikan yang menyadarkan.
            Paulo Freire dalam bukunya Pendidikan Kaum Tertindas, menegaskan bahwa ada tiga tingkat kesadaran manusia. Pertama, kesadaran magis; merupakan kesadaran untuk menangkap fakta-fakta yang akan diberikan kepada penguasa yang mengkontrol kesadarannya (alam gaib/mistis) .Kedua, kesadaran kritis; kesadaran ini lebih melihat aspek manusia menjadi akar penyebab masalah. Ketiga, kesadata naif; kesadaran ini lebih melihat aspek sistem dan struktur sebagai sumber masalah. Pendekatan struktur sebagai sumber masalah. Pendekatan struktural menghindari “blaming the victims” dan lebih menganalisis.
            Dari ketiga tingkatan kesadaran ini, tingkatan yang paling tinggi adalah tingkatan kesadaran kritis, naif menjadi yang kedua dan magis menjadi tingkatan kesadaran yang paling rendah. Pada umumnya manusia hanya menggunakan tingkat kesadaran magis dan naif, sementara kesadaran kritis terabaikan, sehinggah sering manusia masih betingkah laku seperti manusia primitip.
            Maka untuk itu sudah saatnya lembaga pendidikan di Indonesia untuk memberikan pendidikan dengan tingkat kesadaran yang lebih tinggi kepada calon-calon penerus bangsa (generasi muda). Jangan menganggap pendidikan itu hanya sekedar formalitas individu, melainkan indentitas dari suatu bangsa.
            Untuk Mencapai kesadaran kritis tersebut, pemerintah harus merubah sistem pendidikan yang hanya bermakna candu. Lebih mengarah kan ke pendidikan yang bersifat penyadaran, dengan menkaitakan langsung dengan kondisi sosial masyarakta. Seperti di Cina, Re-Education yang di lakukan pemerintah Cina untuk mningkatkan kesadaran rakyatnya yang masih memiliki kesadaran magis dan naif.
            Jangan menganggap bahwa pendidikan itu, hanya proses transfer ilmu kepada orang lain, seperti sistem bank yang dinyatakan Paulo Freire. Karena hal initidak akan menumbuhkan kesadaran kritis bagi masyarakat. Namun pemahaman terhadap kondisi sosialnya akan membangkitkan kesadaran kritisnya.
Kesadaran Primitip
            Adu otot atau sering kita sebut dengan tauran ala pemuda adalah contoh dari kesadaran manusia yang masih primitip. Berkembangnya kasus tauran antar pelajar dan keributan yang ditimbulkan oleh pelajar dan merugikan orang lain, menunjukkan bahwa sistem pendidikan tidak lagi mendidik moral dan kesadaran yang kritis.
            Moralitas bukanlah internalisasi nilai-nilai cultural yang telah mapan maupun bentangan dorongan dan emosi spontan, moralitas adalah keadilan, hubungan timbal balik antara seorang individu lainnya di lingkungan sosialnya. Maka ketikan moralitas itu tidak terbangun dalam pendidikan, secara otomatis akan tetap tingkat kesadaran manusia tidak akan mencapai kritis.
            Jadi sudah dapat kita simpulkan, bahwa ternyata kesadaran para pelajar Indonesia (yang adu otot) masihlah di tingkatan kesadaran naif. Dimana hal mendasar kehidupan bukan menjadi akar permasalahan, malah menyimpulkan orang lain yang menjadi penyebab masalah. Sehinggah, wajar apabila sangat sering kita lihat terjadinya konflik horizontal, baik antar pelajar maupun masyarakat.
            Lemahnya pendidikan kita dalam hal penyadaran bagi masyarakat menunjukkan bahwa sistem pendidikan saat ini, bukanlah sitem pendidikan yang menjadi kebutuhan rakyat. Apabila kita melihat gejolak masyarakat, maka msyarakat pasti membutuhkan kesadaran kritis. Karena kesadaran kritis dapat digunakan masyarakat untuk memecahakan permasalahan dalam kehidupan sosialnya.
            Menjadi tanggung jawab moral tentunya bagi pemerintah untuk memberikan pendidikan yang memang menyadarkan bagi generasi muda bangsa. Bukan sekedar kepentingan individu para pemuda (pelajar), namun sebagai jaminan nasib bangsa ini kedepannya.
            Apabila pendidikan belum dapat mengubah kesadaran manusia yang masih primitip ke tingkatan kesadaran kritis, ini membuktikan bahwa sitem pendidikan saat ini belumlah membebaskan (menyadarkan). Melainkan, pendidikan hanya sebagai simbolik yang hanya digunakan untuk mengkomersialisasikan ilmu pengetahuan. Dan pasti akan tetap menciptakan manusia yang memiliki kesadaran prmitip (magis dan naif).

Spiral Kekerasan dalam Gerakan Mahasiswa
Gerakan mahasiswa jika kita tengok dari sejarah kemunculannya adalah merupakan anti thesa dari kebijakan pemerintah yang tidak berpihak kepada kepentingan rakyat. Sehingga dampak kebijakan tersebut memicu dan memelihara lahirnya kekerasan. Dom Helder Camara menjelaskan dialektika tersebut dengan teori spiral kekerasan. Teori ini dapat dijelaskan dari bekerjanya tiga bentuk kekerasan bersifat personal, institusional dan struktural, yaitu ketidakadilan, kekerasan pemberontakan sipil dan represi negara.
Konfigurasi spiral kekerasan tersebut cukup menggambarkan bahwa kebijakan negara yang melahirkan dan memicu kekerasan dan pelanggaran Hak Asasi Manusia menjadi bagian dari siklus gerakan kaum muda kritis untuk menyongsong perubahan.
            Saat ini tidak asing bagi kita melihat di TV mahasiswa bentrok dengan pihak kepolisian hanya karna menuntut keadialan, dan mahasiswa langsung dituduh anarkis, yang menjadi pertanyaan, mana lebih anarkis polisi dengan senjata, atau mahasiswa dengan batu?. Tuduhan-tuduhan ini lah yang menjadi doktrin, dan dalam benak masyarakat mahasiswa sangatlah bringas dan radikalisme.
            Ironis, ketika semua lini dimanfaatkan pemerintah untuk mendokrin rakyatnya, dari merubahmakna radikalisme menjadi lebih seram dari sebuah pembunuhan, sampai pada agama, media dan lembaga pendidikan dimanfaatkan untuk melemahkan sebuah gerakan radikal yang sebenarnya dengan cara memburu-burukkannya hanya untuk kepentingan politik.
Sehingga rakyat Indonesia tidak pernah lepas dari yang namanya perpecahan, dan lahirlah Isu-isu yang tak asing seperti isu SARA, TERORISME, RADIKALISME dan ANARKISME. Sementara, isu utang luar negeri, penguasaan asing terhadap SDA Indonesia, Kemiskinan, perampasan tanah,perburuhan hingga korupsi terlupakan. Dan tidak ada lagi kaum muda yang kritis, yang ada hanya kaum radikalisme kekinian buatan pemerintah.

“Kondisi Sosial Menentukan Kesadaran Sosial”
(marx)


Aktif di kelomok study mahasiswa Barisan Demokrat (BARSDem)
Share:

Minggu, 10 November 2013

REFLEKSI


          • Boy Raja Pangihutan Marpaung

Lalu aku tak lagi membicarakan kita
Kesendirian membuat ku tetap hidup
Hapus, aku tidak menghapus
Aku hanya ingin tetap hidup

Lalu aku tak lagi duduk bersama kalian
Kesendirian membuat ku tetap bertahan
Hilang, aku tidak menghilang
Aku hanya ingin tetap bertahan

Lalu aku tak lagi berbicara tujuan
Kesendirian membuat ku tetap menjaga
Lari, aku tidak akan lari
Aku hanya ingin tetap menjaga

Lalu aku tak lagi mengingat
Kesendirian membuat ku sedikit cerah
Lupa, Aku bukan  lupa
Aku hanya ingin tetap cerah

Lalu aku akan datang
Kesendirian ku membuat ku matang
Mengeluh, Tidak! aku akan mengajak
Aku hanya ingin kita matang untuk Menentang.

(Medan, Nop 2013)
Share:

Tulisan Dinding "KRITIK"




Bukan pandalisme, tetapi bagaimana menuangkan sikap kritik terhadap kessenjangan sosial yang terjadi. 
LAWAN!!!

Share:

Biji Mata yang Bercerita Tentang Kehidupan.

1


2

3

4

5


6

7
Ketujuh foto ini merupakan rangkaian foto yang bercerita tentang sebuah cita-cita kehidupan yang kelak pasti akan terjadi. Urutan foto ini menceritakan bagaimana setiap foto menggambarkan sebuah kisah yang selalu berkelanjutan sesuai urutan foto. SELAMAT MENAFSIRKAN ! :)

Share:

Sabtu, 09 November 2013

AKAR MASALAH KEHIDUPAN

Tak akan trebantahkan
jika ternyata sejarah uang menjadi sejarah terpenting dalam kehidupan manusia.

Berbicara sejarah uang, maka kau akan tahu bagaimana sejarah kehidupan dulu berubah menjadi kedupan sekarang yang kelak akan menjadi sebuah sejarah yang dibentuk sendiri

Share:

BTemplates.com

Generasi Padi

Generasi Padi
Nassau

Total Tayangan Halaman

Rumah Kami

Rumah Kami
Porsea
@barunkbijiapikatamata. Diberdayakan oleh Blogger.

Mata yang Berbicara

Mata yang Berbicara
Canon 600D

Daftar Blog Saya

Translate

Pengikut

Labels