BOY RAJA P. MARPAUNG, SH & REKAN

Minggu, 03 April 2016

Buku Menuju Desa

Terbit Di Harian Analisa


*Boy Raja Pangihutan Marpaung
                Informasi adalah kunci untuk pembangunan sumber daya manusia. Maka tak heran jika di daerah-daerah yang memiliki akses yang sangat sulit , sumber daya manusianya sangat minim, Itu karena sirkulasi informasi yang sangat lambat.
            Ada falsafah tua yang telah menjadi warisan ingatan kita berbunyi “Buku adalah Jendela Dunia”. Falsafah ini menjadi latah di bibir namun jauh dari pandangan kita. Hampir di seluruh pelosok negeri ini falsafah ini pernah diucapkan dan diwariskan, namun sampai sekarang saya melihat bahwa falsafah ini hanya cocok diucapkan di kota-kota saja.
            Buku adalah jendela kota, mungkin begitu yang lebih pantas. Karena akses buku di daerah-daerah memanglah sangat minim. Sementara, selain koran, bukulah salah satu sumber informasi yang sangat penting untuk pembangunan sumber daya manusia.
            Yang mengherankan, hampir di seluruh Kabupaten Kota di Indonesia di hadirkan seorang Kepadala Dinas Pendidikan, namun perpustakaan daerah saja tak ada. Jika pun ada, itu hanya sampai pada tingkatan Provinsi. Jadi, informasi apa lagi yang bisa dicerna di daerah-daerah?

Lahirnya Gerakan Buku Menuju Desa
Kesadaran akan pentingnya informasi sudah menjadi pengalaman bagi mereka yang sempat berpergian dari desa dan mengecap pendidikan di kota. Namun ketika mereka kembali kedesa, tak  ada perubahan pada desa terkait aktivitas masyarakat desa karena tidak berkembanya sumber dayanya.Ini mendeorong beberapa teman-teman yang melakukan sebuah gerakan-gerakan kecil-kecilan dengan bermodalkan pulang kampung namun membawa berjuta-juta informasi.
Mengumpulkan buku-buku dari kota, untuk di bawa ke desa dan membuat ruang informasi bagi masyarakat. Beberapa teman-teman seperti Gerakan 1000 buku untuk Papua, 1001 Buku, Alusi Toa Toba dan bahkan teman-teman yang membuka akses-akses buku kepada anak-anak jalanan. Seharusnya mereka-mereka ini yang pantas mendapatkan apresiasi di banding kepala-kepada dinas pendidikan di daerah. 20 %  dana APBN yang di alokasikan ke pendidikan seperti terlewatkan begitu saja.
Gerakan buku menuju desa ini menjadi hal penting, selain berguna bagi masyarkat, ini sekaligus tamparan bagi sistem pendidikan kita yang kian lama semakin merosot. Dikota, orang-orang sudah menikmati perbustakaan digital, sementara perpustaan kecil saja di kabupaten kota tidak ada. Bagaimana lagi yang di desa?
Padahal, tempat perbelanjaan seperti mini market sudah sampai ke daerah-daerah. Apakah perusahaan mini market itu lebih besar dari sistem pendidikan kita? Apakah konsumtif berbelanja lebih penting ketimbang konsumtif informasi. Sepertinya dari puluhan tahun lalu, setiap desa tidak pernah kesulitan untuk berbelanja, mereka selalu memiliki sistem budaya pasar tradisional. Lantas mengapa perkembangan mini market lebih cepat ketimbang perkembangan fasilitas informasi?
Kita perlu bercermin untuk masa depan generasi kita. Kita harus melahirkan generasi yang memiliki kemampuan agar menjadi sumber daya yang bergenuna dan tidak lagi melahirkan generasi yang suka berbelanja dengan gaya hedonisme.
Menanamkan Informasi
Seharusnya sudah selaras dengan program pemerintah yang mulai membangun desa, dan semoga program pembangungan sumberdaya manusianya tidak sampai terlupakan. Karena selama ini daerah desa hanya menjadi bulan-bulanan saja tanpa menikmati apa yang sudah di ambil dari desa.Sama halnya seperti buku. Tidak ada hutan di kota, hutan yang berada di desa yang di babat pohonnya dan di ubah menjadi kertas yang akhirnya menjadi buku. Namun buku-buku bermutu tak pernah berada di desa. Semua dibawa ke kota dan desa akan tetap seperti itu selamanya.
Tidak susah merubah pola lama yang sudah berjalan ini. Sebab sudah banyak ide dari orang-orang yang perduli ,sekarang saatnya pemerintah kita yang harus menerima bolanya. Siap tidak siap pemerintah harus siap. Mengembangkan desa tidak cukup dengan pembangunnan fisik desa, masyarakatnya yang seharusnya di utamakan. Terutama daera-daerah yang masih tergolong  tertinggal seperti di Papua, Nusa Tenggara dan desa-desa yang berada di kawasan perusahaan2 besar yang cendrung sangat tertinggal.
Jika pemerintah niat untuk membangun desa, dengan banyaknya anggaran yang telah di tuangkan, tak mungkin tak bisa. Terkecuali pemerintah yang kurang informasi tidak mau belajar bagi para pengabdi yang sudah menjalankannya bertahun-tahun.  Jika harus belajar dari mereka mengapa tidak tentunya.
Sementara bagi kawan-kawan yang sedang melakukannya secara independen dengan bermodalkan kepedulian, jangan lah berhenti. Teruslah menyebarkan kepedulian, teruslah mempengaruhi orang lain untuk membangun masyarakat di desa. Kita percaya suatu saat sistem pendidikan kita akan berubah. Dan orang-orang hebat akan lahir dari desa.
Dan bagi kita yang belum bisa berbuat, marilah kita berapresiasi dengan Berterimakasih  pada orang-orang yang masih peduli pada kondisi pendidikan di desa, bagi teman-teman yang membuat gerakan buku menju desa, yang membuka rumah belajar di desa, bagi mereka yang memberika buku-buku untuk rumah belajar di desa dan pada mereka yang siap mengabdi untuk membajukan sumberdaya manusia di desa.
Jangan lupa tentunya, agar kita mulai berkontribusi pada gerakan-gerakan buku menuju desa, paling tidak menyumbangkan buku-buku bermutu untukk dikonsumsi masyarakat desa guna membangun sumberdaya manusia di desa. Sebab dengan bersekolah saja tidak cukup, karena buku yang di konsumsi mereka tidak memiliki pembanding ataupun refrensi yang berbeda. Sehingga tidak ada sirkulasi informasi. Sebab, pendidikan tanpa sirkulasi informasi adalah doktrin
*Penulis aktif di gerakan sosial dan  juga sebagai Pendiri Ruma Parguruan
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

BTemplates.com

Generasi Padi

Generasi Padi
Nassau

Total Tayangan Halaman

Rumah Kami

Rumah Kami
Porsea
@barunkbijiapikatamata. Diberdayakan oleh Blogger.

Mata yang Berbicara

Mata yang Berbicara
Canon 600D

Daftar Blog Saya

Translate

Pengikut

Labels