Judul buku : Dunia Anna
Penulis :
Jostein Gaarder
Cetakan :
I, Oktober 2014
Tebal :
244 Halaman
Penerbit :
Mizan
Buku ini merupakan sebuah nofel fiksi tentang filsafat
alam. Dalam baku ini, Gaarder menggambarkan sosok seorang gadis perempuan
bernama Anna Nyrud yang akan memasuki usia 16 tahun. Di balik kepolosan gadis
ini terdapat keunikan yang sangat luar biasa di dalam kepalanya. Dia bisa masuk
dalam khayalannya dan melihat kondisi bumi 70 tahun kedepannya. Sampai-sampai
orang tuanya menganggap ada kelainan jiwa pada dirinya dan membawa dia ke
psikiater.
Tentu dia bukan orang yang sedang sakit, bahkan Benjamin,
dokter yang memeriksanya menyebutkan bahwa Anna merupakan gadis yang sangat
kritis dan mencintai bumi dan segala isinya. Kegelisahannya terhadap kondisi
bumi yang telah mengalami kehancuran membuat dia mempertanyakan nasib bumi
kedepannya sampai akhirnya masuk ke atroposen.
Mempertanyakan perubahan iklim sampai akhirnya menghayalkan pengadilan
iklim yang didirikan di Deen Haag.
Bukan hanya itu, Anna dan kekasihnya Jonas juga
mengkritisi bagaimana manusia bisa hidup santai dengan sebuah kondisi bumi yang
semakin panas akibat pengrusakan lapisan ozon melalui penambangan minyak bumi
serta keberadaan pesawat terbang, mesin pabrik dan pembangunan yang sangat massal.
Mereka juga bingung mengapa manusia lebih ingat nama pemain bola atau nama
makanan ketimbang nama-na flora dan fauna contohnya saja kutu daun. Berapa jumlah
kutu daun di bumi dan bagaimana jenisnya manusia tidak pernah tahu.
Anna akan berulang tahun dua hari lagi tepat pada tanggal
12.12.12, dia di warisi cincin rubbi berwarna biru yang merupakan warisan dari
nenerk moyang mereka ratusan tahun lalu. Cincin itu juga membawa dia jauh
kedalam khayalannya pada tahun 2087 mendatang. Disana dia bernama Olla dan di
tuntut oleh cicit buyutnya bernama Nova Nyrud
yang sudah sangat sedih melihat kondisi bumi yang sangat parah dan tidak
layak huni lagi.
Anna hanya tidak ingin meninggalkan sesuatu yang buruk terhadap
pewarisnya di bumi ini kelak, sama seperti Nova menuntunya dalam khayalannya.
Berdasarkan saran Benjamin, maka Anna dan Jonas sepakat untuk mendirikan sebuah
organisasi lingkungan di sekolah dan memipikan akan adanya pendanaan bagi
setiap flora dan fauna di bumi ini.
Mereka merencanakan sebuah penyelamatan sebanyak 1001 jenis flora dan fauna.
Dengan menikmati khayalannya di masa depan, Anna banyak
belajar dan lebih peduli terhadap kondisi iklim di bumi, baik kondisi hutan
maupun pola hidup manusia yang juga sangat sarat pada perbudakan yang di sebut
Anna dengan “Budak Energi”. Sikaya yang selalu memperkaya dirinya dengan
menguras kekayaan bumi, sementara si miskin akan tetap miskin dan menjadi budak
enegi.
Kontradiski pemikiran Anna terkadang membuat kekasihnya
Jonas sangat bingung, bukan hanya Jonas bahkan terkadang Anna juga merasa dirinya
memang benar sakit dan mempertanyakannya kembali statusnya kepada Benjamin.
Namun Benjamin kembali menegaskan kepadanya bahwa dia bukan orang yang sakit
melainkan unik dan kritis. Pengalaman itu di dapat Benjamin sendiri dari anak
perempuannya Ester yang memiliki kesamaan dengan Anna ketika seumurannya.
Kini Ester telah memiliki anak dan dia bekerja di PBB di
bagian keadilan pangan. Kebetulan dia ditangkap di Somalia oleh para teroris
yang protes atas perencanaan pengeboran minyak di sekitaran perairan Somalia.
Namun akhirnya Ester di lepaskan oleh para penyanderanya.
Dari hal ini juga Anna banyak belajar bahwasanya, banyak
manusia menjadi berbuat jahat karena ketamakan dan kerakusan orang lain.
Sebenarnya semua negara ini merasakah kesejahterhaan, namaun dengan
mngeksploitasi habis-habisan bumi ini bukan lah alasan sebauh negara maju untuk
mengkambinghitamkan kemiskinan. Tidak pantas mereka menyatakan demi mengurangi
kemiskinan maka mereka menyedot minyak bumi sebanyak-banyaknya.
Anna menghayalkan suatu saat di pengadilan iklim di Deen
Haag, Nova akan menyatakan kesaksiaan yang di hadiri kekasihnya dengan meninggalkan
pesan yang sangat bermanfaat bagi masa depan bumi dan merupakan teguran bagi
penguasa untuk menghentikan cacat logika atas pengerusakan iklim, demikian
kesaksian mereka :
“Kami masih muda.
Kami bersaksi bahwa krisis iklim bukanlah sebuah konflik antar bangsa. Hanya
ada satu atmosfer, dan dari luar angkasa tidak dapat dibedakan batas-batas
negara. Yang saling berhadapan dengan konflik ini ialah generasi-generasi, dan
kami sebagai generasi muda saat ini adalah korban dari semua bencana iklim”
*Boy Raja Pangihutan Marpaung (Permerhati
Lingkungan)
0 komentar:
Posting Komentar